skip to main | skip to sidebar

Daftar Menu

  • Cerpen (1)
  • Fakta (1)
  • Lirik Lagu (Lyrics) (4)
  • Profil (1)
  • Sound of soul (2)

Daily Text

  • ▼ 2012 (10)
    • ▼ September (4)
      • Maaf~ Esmosi
      • YUI ~ FIGHT
      • Tangisan untuk sebuah permintaan
      • Special Sixten
    • ► Juli (6)

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.

Trying to be helpfull person :)

More write more knowledge :)

Tangisan untuk sebuah permintaan

Sabtu, 29 September 2012

Ketika masih kecil, aku suka berlari. Ketika aku diberi sesuatu entah itu permen atau boneka, aku berteriak kencang – senang kegirangan. Ketika aku menginginkan sesuatu aku menangis, meraung-raung sampai aku mendapatkannya. Tapi, tidak ketika aku mulai beranjak dewasa … Semuanya berubah. Dan ini lah awal cerita dari semuanya .

***

Saat itu awan begitu gelap, terik mentari tertutup olehnya. “Aroma hujan.” gumam ku. Tetes air hujan perlahan mulai turun. Hanya berselang beberapa menit saja, tetes air itu telah membasahi bumi. Genangan air dimana-mana, jalanan berlubang sekarang penuh dengan air. Mobil-mobil berseliweran, beberapa ada yang terperosok ke dalam lubang-lubang besar itu. Air menciprat kemana-mana, pedagang asongan di pinggir jalan murka seketika, memaki sambil menyumpahi pengendara mobil yang telah mengotori dagangannya karena cipratan ban besar nya itu. Pemandangan itu seringkali aku temui ketika sepulang sekolah, lebih tepatnya ketika musim hujan tiba. Jarak antara sekolah dengan rumah yang hanya sepelemparan batu menjadikan aku pejalan kaki yang handal. Handal karena sudah hampir 2 tahun lebih aku seperti ini, berangkat dan pulang dengan berjalan kaki. Tak ada 5 menit aku sampai di rumah. “Bundaaa, nadya pulang.” Ujarku sambil menaruh sepatu ke rak dengan kaos kaki yang tak dimasukan kedalamnya. “Eh, anak bunda sudah pulang. Ayo ganti baju. Terus solat, abis solat langsung makan ya sayang.” Bunda berjalan kea rah pintu, dengan celemek yang masih melekat dipakaian, mencium keningku sambil mengusap-usap rambut. “Siap bunda.” Aku langsung masuk ke kamar, melempar task e atas kasur, lalu ganti baju. Menguakkan seluruh isi task e atas meja belajar. Kamar yang tadinya rapi bersih kini berubah layaknya kapal pecah. Aku bukan tipe orang yang menomorsatukan kerapian, tak peduli seberantakan apapun kamar ini. Aku tetap menjadikannya tempat favorit nomor satu di rumah ini. Bunda sering sekali marah, menasehati agar aku belajar displin untuk merapikan tempat tidur. Tapi, kebiasaan yang sudah melekat memang sulit dihilangkan

“Bunda masak apa hari ini?”tanyaku sambil mengambil sendok dan piring “tumis kangkung sama ayam semur sayang. “asiiik, bunda emang paling tau makanan kesukaannya nadya.”sontak aku langsung membuka tudung saji  hendak mengambil lauk. “Loh, kok tumisnya gak ada udang nya bunda? “Iya, sayang tadi bunda tidak beli. Mbok inah gak bawa udang hari ini.” “ Yaaaaaaaaaah, bunda gimana sih. Nadya kan paling gak suka kalo tumisnya ga ada udangnya. Nadya gamau makan ah!” “Sayang, gak boleh gitu dong, bunda udah capek-capek masak masa nadya gamau maakan sih? Lagipula masih ada semur ayamnya kan?” Pokoknya nadya gamau makan kalo ga ada udang. Titik! “ aduh., lagi pada rebut apa sih. Dari luar sampe kedengeran tuh.” Papah berjalan dari arah pintu sambil membawa tas dan berkas-berkas kantor. “Itu pah, nadya gamau makan gara-gara bunda gak kasih udang ditumisan kangkungnya. “nadya, sayang gak boleh marah-marah gitu dong sama bunda. Kan kasian bunda, baru pulang langsung masak.” Nadya ga mau tau pokoknya tumisnya harus ada udangnya! “yaudahlah bun, beli di depan saja, Anak itu mana mungkin mau makan kalau yang diinginkan belum dituruti” ayah menyela sambil mengambil air, meneguk tetes demi tetes air minum.



 to be continue

Diposting oleh Unknown di 07.43  

Label: Cerpen

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

About me

Lihat profil lengkapku

Blog Design by Gisele Jaquenod

Work under CC License.

Creative Commons License